Jumat, 12 Juni 2009

KECERDASAN KOGNITIF (IQ) ANAK DAN STRATEGI PENYUBURANNYA

KECERDASAN KOGNITIF (IQ) ANAK DAN STRATEGI PENYUBURANNYA

Meski ada perubahan paradigma dalam dunia psikologi dewasa ini, yakni adanya perubahan peran IQ ke peran EQ terhadap tingkat keberhasilan seseorang dalam dunia kerja, sebagaimana dikatakan Goleman (dalam Karmani, 2005:1) bahwa faktor-faktor dalam menciptakan bintang-­bintang kinerja di perusahaan/institusi ternyata 20% ditentukan IQ, dan 80% oleh EQ. Bahkan ada ahli lain yakni Steven J. Stein dan Howard E. Book (2002) yang lebih ekstrim dalam memandang peran IQ dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam dunia kerja yaitu hanya 6%.
Pergeseran peran IQ ke peran EQ di atas, tidak bersifat revolusioner seperti yang dikatakan Thomas Kuhn (1979) sebagaimana dalam Wahab (1998:18) yang mengatakan bahwa revolusi keilmuan terjadi apabila paradigma ilmu yang sedang berlaku dapat disangkal, atau dengan istilah yang agak bernada kasar dapat dijungkirbalikkan kebenarannya karena ada gejala yang penad dengan bidang ilmu itu bertentangan dengan kebenaran paradigma yang sedang berlaku.
Berangkat dari pendapat Kuhn di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, meski ada pergeseran paradigma peran IQ ke peran EQ, tidak serta merta menghilangkan sama sekali keberadaan peran IQ dalam dunia pendidikan. IQ tetap memegang peran penting bagi pendidikan di Indonesia: Mengingat konsep pendidikan di Indonesia
selama ini lebih banyak mengedepankan serta lebih banyak mengukur tingkat kognitif anak (baca IQ) katimbang mengukur tingkat emosional (EQ) anak dalam menentukan keberhasilan peserta didik.
Mengingat IQ tetap berperan dalam dunia pendidikan, maka dalam uraian berikut akan dibahas beberapa hal yang manyangkut IQ dan cara penyuburannya.

IQ itu Apa?
Intelgensi merupakan suatu kata yang memiliki makna yang abstrak. Tidak seperti kata tinggi, berat atau umur. Meski tampak abstrak, banyak ahli psikologi yang mencoba mengembangkan teorinya dalam memahami intelgensi.
Paling tidak ada dua pandangan yang berkembang dalam memahami intelgensi, yaitu ahli yang memandang intelgensi sebagai faktor tunggal dan pandangan yang menyatakan intelgensi sebagai faktor multipel.
Ahli psikologi yang mengembangkan pandangannya terhadap intelgensi sebagai faktor tunggal adalah Jensen, Ebbinghaus, Terman, serta Stein dan Book. Jensen (1979) mengartikan intelgensi sebagai kemampuan mental umum (general mental ability). Ebbinuhaus (Wahab, 1987) menyatakan bahwa intelgensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi. Terman (Wahab,l987) mengemukakan bahwa intelgensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Sedangkan Stein dan Book (2002) mengungkapkan bahwa intelgensi adalah ukuran kemampuan intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang.
Sedangkan ahli yang memandang intelgensi sebagai faktor multipel antara lain Kail dan Pallegreno (Wahab,1987), Robert Stenberg (1982), dan Gardner (1983). Dari ketiga tokoh itu yang paling populair adalah Gardner yang telah menggambarkan intelgensi ke dalam berbagai bentuk, yaitu, kemampuan di bidang linguistik, logika metematik, musik, keruangan, kinestetik­motorik, interpersonal, dan intrapersonal.

Bagaimana Cara Menyuburkan IQ Anak?
Setelah mengetahui berbagai pengertian IQ dari berbagai tokoh, maka yang terpenting sekarang adalah menjawab pertanyaan, bagaimana cara menyuburkan IQ anak? Untuk menjawab pertanyaan tadi, berikut secara berturut-turut akan diuraikan di bawah ini.

Pelihara Kebiasaan Bertanya
Rasa ingin tahu biasanya selalu dimiliki oleh setiap anak. Dorongan untuk mengetahui sesuatu itulah yang menyebabkan anak banyak mengeluarkan berbagai pertanyaan kepada orang tua/guru. Sebagai orang tua, diharapkan tidak mematikan rasa ingin tahu anak dengan cara melarangnya, atau bahkan memberi label kepada anak, yang cerewet, banyak bicara, banyak tanya, dan lain-lain yang dapat mematikan keberanian anak untuk bertanya. Sebagian orang mempercayai, bahwa seorang anak yang banyak bertanya tentang ini dan itu, merupakan indikasi, bahwa anak itu memiliki kecerdasan yang tinggi. Oleh karena itu, orang tua harus selalu bijaksana dan berusaha menjawab berbagai pertanyaan anak-anak, sehingga anak memperoleh kepuasan batin, dan dengan kepuasan batin itu memotivasi anak untuk selalu mengembangkan pengetahuan dan daya khayalnya.
Sebagai seorang guru, dalam upaya mengembangkan IQ anak, dituntut untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, menyenangkan, dan menantang sehingga menggugah peserta didik selalu siap dengan berbagai pertanyaan yang konstruktif.

Ketahui Modalitas Belajar Anak
Banyak orang tua dan guru yang tidak mengetahui modalitas belajar anak­anaknya. Pa/lahal, dengan cara mengetahui modalitas belajar anak, proses pembelajaran akan dapat mencapai hasil yang optimal. Di antara modalitas belajar anak itu adalah anak bertipe visual, tipe auditorial, dan anak tipe kinestetik.

Anak Bertipe Visual
Berbagai gejala yang dapat ditunjukkan bagi anak yang bertipe visual antara lain rapi dan teratur, berbicara dengan cepat, perencana dan pengatur jangka panjang yang baik, teliti terhadap detil, mementingkan penampilan, dapat melihat kata-kata dalam pikiran, mengingat apa yang dilihat, mengingat asosiasi visual, tidak terganggu oleh keributan, pembaca cepat dan tekun, mencoret-coret saat telepon/pertemuan, lebih suka demonstrasi daripada pidato, tidak pandai memilih kata-­kata, dan tidak suka musik.
Anak yang bertipe visual mempunyai cara belajar dengan melihat. Bagi anak yang bertipe ini, orang tuaguru tidak dapat memaksakan kehendaknya kepada anak untuk belajar dengan cara yang lain. Belajar, bagi anak bertipe ini akan efektif jika pembelajaran menggunakan media, seperti kertas warna, menggunakan gambar­gambar, dan yang terpenting diciptakan lingkungan pembelajaran yang tenang, tidah gaduh, tidak berisik, dan tidak bising.

Anak Bertipe Auditorial
Fenomena menonjol bagi anak yang bertipe auditorial antara lain, berbicara sendiri saat bekerja, mudah terganggu oleh keributan, menggerakkan bibir saat membaca, senang membaca dengan keras dan mendengarkan, dapat menirukan dan mengulangi nada suara, kesulitan menulis dan hebat dalam bercerita, bicara dengan irama terpola, pembicara yang fasih, suka musik, belajar dengan mendengarkan, suka bicara, diskusi, lebih suka gurauan lisan daripada baca komik.
Bagi anak yang bertipe auditorial, belajar yang terbaik adalah dengan cara mendengarkan. Oleh karena itu, perlakuan yang dapat diberikan bagi anak bertipe ini adalah, guru harus menggunakan variasi vokal dalam proses pembelajaran, guru harus sering mengulang-ulang materi pelajaran yang sama, belajar sambil bernyanyi, dan guru menciptakan suasana pembelajaran dengan diiringi musik.

Anak Bertipe Kinestetik
Ada beberapa perilaku menonjol yang dapat ditunjukkan anak yang bertipe kinestetik. Antara lain, berbicara dengan perlahan, menyentuh orang untuk dapat perhatian, berdiri dekat ketika berbicara dengan orang, berorentasi pada fisik dan banyak bergerak, mempunyai perkem­bangan awal otot yang besar, belajar melalui praktik, menghafal dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari pada saat membaca, banyak menggunakan isyarat tubuh, tidak dapat duduk diam untuk waktu yang lama, mudah mengingat jika pernah melakukan, kemungkinan tulisannya jelek, ingin melakukan segala sesuatu, dan menyukai permainan yang menyibukkan.
Cara belajar yang efektif bagi anak bertipe ini adalah dengan cara bergerak, belajar sambil bekerja, dan belajar dengan menyentuh. Sedangkan perlakuan yang dapat diberikan guru antara lain, guru menggunakan alat bantu/peraga dalam mengajar, menggunakan metode simulasi, praktikum, mengajak bicara pada anak, ceritakan pengalaman yang mengesankan, dan ijinkan anak berjalan-jalan di kelas ketika proses pembelajaran berlangsung.
Pupuk Kegemaran Membaca
Membaca adalah jendela dunia, jika diuraikan arti dari ungkapan tadi adalah, bahwa dengan membaca, pembaca akan mengetahui berbagai informasi dari segala penjuru dunia. Dalam kaitannya dengan usaha menyuburkan IQ anak, maka tidak ayal lagi, betapa pentingnya kegiatan membaca. Yang menjadi problem sekarang adalah, bagaimana orang tua/guru memupuk kegemaran membaca anak-­anak?
Yang dapat dilakukan orang tua di rumah untuk memupuk kegemaran membaca anak adalah dengan cara mengkondisikan dalam kehidupan anak dengan buku. Anak dikenalkan dengan buku-buku, diluangkan waktu untuk sekedar membacakan cerita bagi anak, dan orang tua harus dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal kebiasaan membaca.
Sedangkan bagi guru di sekolah, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memupuk kegemaran membaca anak antara lain dengan menciptakan suasana perpustakaan yang menyenangkan bagi anak, memberi tugas membuat sinopsis, mengadakan lokakarya membaca di kelas, dan yang terpenting guru bersedia mengeluarkan sedikit isi sakunya (uang) sekedar alat penguatan bagi siswa yang mempunyai kegemaran dan kemampuan membaca paling tinggi.

Beri Gizi yang Cukup
Untuk memiliki anak yang ber IQ tinggi, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memberi gizi yang cukup kepada anak tersebut. Oleh karena itu, dipandang sangat tepat jika pemerintah mengusahakan kembali Program Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah seperti yang sudah pernah dilaksanakan pada era yang lalu. Betapa pun tinggi potensi kecerd-asan anak yang dibawa sejak lahir, jika tidak didukung dengan usaha dan upaya secara sungguh­sungguh untuk menyuburkan potensi itu, maka potensi yang gemilang itu tidak akan tumbuh dengan optimal.

Kesimpulan
Meski ada pergeseran pandangan para ahli psikologi mengenai potensi manusia dari peran IQ ke peran EQ, namun pergeseran itu tidak bersifat revolusioner. Sehingga peran IQ tetap dipandang penting dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Agar IQ anak dapat berkembang dengan subur, maka orang tua/guru harus memelihara kebiasaan bertanya, mengetahui modalitas belajar anak, memupuk kegemaran membaca anak, dan memberi gizi yang cukup.
Saran

Bagi guru
Guru hendaknya mengenal betul karakteristik peserta didik, sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menggunakan metode pembelajaran.
Bagi orang tua
Orang tua, di samping harus memberikan gizi yang cukup kepada anak-anaknya.juga akan lebih baik jika mengenal modalitas belajar anak, sehingga dapat membantu dan mengarahkan anak dengan baik.
Bagi Sekolah
Meski pemerintah sekarang tidak memprogramkan makanan tambahan bagi anak sekolah, namun dengan payung Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah serta Manajemen Berbasis Sekolah, sekolah dapat memberikan makanan tambahan kepada anak-anak yang dianggap kurang asupan gizi.***


Sumber: Media No. 01 / Th. )CXXVI l Maret 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar